Kamis, 05 Juni 2014

Bahan Naskah Lontar



MAKALAH
STUDI NASKAH MELAYU ISLAM
Tentang
BAHAN NASKAH LONTAR          

Oleh:

Elvi Susanti         : 110.066
Laila Fitri            : 110.069

Dosen pembimbing:
Dr. A. Taufik Hidayat
Siti Aisyah M. Hum


JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (A)
FAKULTAS ADAB
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1433 H / 2012 M
A.    Pendahuluan
Naskah adalah wujud fisik, kumpulan kertas. Sedangkan teks yaitu apa yang terdapat di dalam naskah, yaitu isi naskah atau kandungan naskah.[1] Bahan naskah tersebut terbuat dari bahan yang beragam, bahan tersebut berupa daluwang dan lontar. Lontar sebagai bahan naskah dipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Nusantara banyak ditemukan naskah lontar dari Sunda (Jawa Barat), Jawa, Bali, Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan.
Pembahasan dalam makalah ini, akan mencoba menguraikan beberapa point berikut:
1.      Asal bahan dan daerah yang menggunakan bahan naskah lontar?
2.      Proses pembuatan naskah lontar?
3.      Proses penulisan naskah lontar?
4.      Tempat penyimpanan naskah dengan bahan lontar?
Jawaban serta pembahasan dari beberapa pertanyaan di atas akan pemakalah uraikan pada pembahasan selanjutnya.

B.     Bahan Naskah Lontar

1.         Nama dan sejarah lontar
Lontar dalam bahasa Jawa disebut Rontal, bahasa Sulawesi yaitu Lontara adalah sejenis daun dari pohon Palem (Sunda: Siwalan). Nama ilmiah : Borassus flabellifer) yang digunakan sebagai media alas tulis di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Nusantara penggunaan daun Lotar sebagai media tulis terdapat di Sunda Jawa, Bali, Madura, Lombok dan Sulawesi Selatan.
‘Tal’ dari bahasa sansekerta ‘tala’ berarti palm talipot atau daun palma untuk menulis. Siwalan/sawala/suwalapattra berarti surat, tetapi juga digunakan untuk menyebut daun pohon ‘tal’. Adapun naskah tertua yang berbahan lontar yaitu Arjunawiwaha 1256 Saka/1334 (5) M.
2.         Proses pembuatan
Proses pembuatan naskah lontar, pertama, daun lontar (siwalan) dipetik dari pohon. Pemetikan biasa dilakukan pada bulan maret/april atau september/oktober karena daun-daun siwalan pada masa ini sudah tua. Kemudian daun-daun dipotong secara kasar nan dijemur menggunakan panas matahari. Proses ini membuat warna daun yang semula hijau menjadi kekuningan.
Lalu daun-daun direndam dalam air yang mengalir selama beberapa hari dan kemudian digosok bersih dengan serbet atau serabut kelapa. Setelah itu daun dijemur kembali. Setelah kering daun-daun direbus dalam kuali besar dicampur dengan beberapa ramuan. Tujuannya adalah untuk membersihkan daun-daun dari sisa kotoran dan melestarikan struktur daun supaya tetap bagus.
Setelah direbus selama kurang lebih 8 jam, daun-daun diangkat dan dijemur kembali di atas tanah. Daun-daun ditumbuk dan dipres pada sebuah alat penjepit kayu berukuran besar, dalam bahasa bali disebut pamlagbagan. Daun-daun ini dipres selama kurang lebih enam bulan, namun setiap dua minggu diangkat dan dibersihkan.
Setelah itu daun dipotong sesuai dengan ukuran yang diminta dan diberi tiga lubang: di ujung kiri, tengah, dan ujung kanan. Jarak dari lubang tengah ke ujung kiri harus lebih pendek dari pada ke ujung kanan. Hal ini dimaksudkan sebagai penanda pada saat penulisan.
Tepi-tepi lontar juga dicat, biasanya dengan cat warna merah. Lontar siap ditulisi dan disebut dengan istilah pepesan dalam bahasa bali dan sebuah lembar lontar disebut sebagai lempir.[2]
3.         Proses penulisan
Setiap lempir lontar yang akan ditulisi, biasanya diberi garis dahulu supaya jika nanti menulis lebih teratur. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah alat yang dusebut penyipatan. Tali-tali kecil direntangkan pada dua paku bambu, dibawahnya ditaruh lempir-lempir lontar. Tali-tali ini lalu diberi tinta dan ditarik. Rentangan  tali yang ditarik yang ditarik tersebut mencipratkan tinta ke lempiran lontar sehingga terbentuk garis.
Lalu lontar yang sudah siap ditulisi menggunakan pisau tulis yang disebut pengropak atau pengutik. Biasanya pada lempir tersebut diukir aksara dan dihitamkan. Cara menghitamkan dilakukan dengan menggunakan kemiri yang dibakar sampai mengeluarkan minyak, kemiri ini diusapkan pada lempir sehingga ukiran aksara terlihat tajam dan jelas. Fungsi minyak kemiri sekaligus menghilangkan tinta-tinta garisan. Setiap lempir dibersihkan dengan lap dan juga diolesi dengan minyak sereh supaya bersih dan tidak dimakan serangga.
Lalu tumpukan lempir-lempir ini disatukan dengan sebuah tali melalui lubang tengah dan diapit dengan sepasang pengapit yang di Bali disebut sebagai takepan. Namun kadangkala lempir-lempir disimpan dalam sebuah peti kecil yang disebut dengan nama kropak di Bali (di Jawa kropak artinya adalah naskah lontar). [3]

4.         Fungsi lontar
Adapun fungsi lontar bagi masyarakat bali adalah sebagai berikut:
a.       Berfungsi dalam kehidupan dari lahir – wafat
b.      Buku untuk mencatat resep, jimat, cerita, puisi dan pedoman kehidupan
c.       Sebagian dikeramatkan (dibuka oleh orang tertentu, dibaca oleh orang tertentu, dibuka dengan cara tertentu, pada peristiwa tertentu).

5.         Tempat penyimpanan
Beberapa perpustakaan dan instansi umum lainnya di seluruh dunia menyimpan koleksi lontar dan menyadiakannya bagi para peneliti untuk dibaca. Berikut ini beberapa tempat penyimpanan lontar,
a.         Indonesia
1)        Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta
2)        Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya (d/h Fakultas Sastra) Universitas Indonesia di Depok
3)        Museum Sri Baduga, Bandung
4)        Museum Sonobudoyo Yogyakarta
5)        Museum Mpu Tantular, Surabaya
6)        Gedong Kirtya, Singaraja
8)        Museum Negeri NTB, Mataram
b.        Amerika serikat (Library of Congress)
c.         Belanda
1)        Perpustakaan Universitas Leiden
2)        Perpustakaan KITLV, Leiden
d.        Britania raya (British Library, London)
e.         Jerman
2)        Perpustakaan Universitas Heidelberg, Heidelberg

f.         Perancis (Bibliothèque Nationale, Paris)[4]











6.         Contoh gambar
a.         Lontar sulawesi
       b.  

c.       Contoh lontar Tamil berisi doa-doa Kristen dari India Selatan.




C.     Penutup
1.      Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang bahan naskah lontar diatas dapat pemakalah simpulkan:
a.       Asal bahan dan daerah yang menggunakan
Lontar sebagai bahan naskah dipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Nusantara banyak ditemukan naskah lontar dari Sunda (Jawa Barat), Jawa, Bali, Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan.
b.      Proses pembuatan
Proses pembuatan bahan naskah lontar membutuhkan waktu yang lama serta butuh kesabaran dalam mengolah kulit dari lontar menjadi lembaran-lembaran bahan naskah yang disebut dengan lempir.
c.       Proses penulisan
Setelah bahan lontar melalui proses pembuatan yang rumit dan lama sehingga terbentuk lempir, maka proses penulisan dengan sebuah alat yang dinamakan pengutik.
d.      Tempat penyimpanan
Dari berbagai referensi yang penulis temukan, tempat penyimpanan bahan naskah lontar, diantaranya: di indonesia, amerika serikat, belanda, london, jerman, dan perancis.

2.      Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa pemakalah harapkan, yang nantinya dapat dijadikan sebagai titian usaha perbaikan lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA

Yudiafi dan mu’jizah. 2001. Filologi. Indonesia: universitas terbuka


                 


[1] Yudiafi dan mu’jizah. 2001. Filologi. Indonesia: universitas terbuka. H. 3.2
[2] http://alamendah.wordpress.com/2009/11/11/pohon-siwalan-lontar-flora-identitas-sulawesi-selatan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar