Kamis, 05 Juni 2014

Pemikiran Amien Rais



MAKALAH
PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM
Tentang
PEMIKIRAN AMIEN RAIS
                                                                                                                   

Oleh:

Elvi Susanti         : 110.066

Dosen pembimbing:
Prof. Dr. H. Syaifullah, SA. MA
H. Rifki Abror Ananda, M.Ag


JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (A)
FAKULTAS ADAB
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1433 H / 2012 M

A.    PENDAHULUAN
Prof. Dr. Muhammad Amien Rais adalah sebuah fenomena di dalam dunia politik mutakhir di Indonesia. Pemunculannya amat cepat, dari seorang pemimpin nasional Muhammadiyah  dan seorang pengajar di Universitas Gadjah Mada dalam tempo yang amat cepat  Amien Rais muncul menjadi tokoh nasional yang di kenal secara luas. Amien Rais berada paling depan dalam suatu momentum kesejarahan bangsa Indonesia yang kita kenal dengan nama gerakan Reformasi. Amien Rais menjadi salah seorang tokoh puncak nasional. Julukan “Penarik Gerbong Reformasi” dan juga salah seorang tokoh Islam modernis yang tampil sebagai “lokomotif” perubahan kehidupan politik yang terjadi.
Dalam makalah ini pemakalah membatasi pembahasannya dan akan mencoba menguraikan beberapa point mengenai amien rais yaitu:
1.      Bagaimana biografi Amien Rais?
2.      Bentuk pemikiran Amien Rais mengenai Demokrasi?
Jawaban serta pembahasan mengenai beberapa poin diatas akan pemakalah uraikan pada bab selanjutnya.











B.     PEMBAHASAN

1.      Biografi Amien rais
Amien Rais lahir di kampung Kepatihan Kulon, Kota Solo, Jawa Tengah. Pada tanggal 26 April 1944. Ayahnya bernama H. Syuhud Rais adalah seorang guru agama yang berpendidikan lulusan Muallimin Muhammadiyah dan memberi pelajaran agama disekolah menengah umum organisasi itu, sedangkan ibunya bernama Sudalmiyah, aktif di cabang organisasi Muhammadiyah di bidang perempuan yaitu Aisyiah Cawangan kota Surakarta, ia juga mengajar di sekolah Guru kepandaian Putri Negeri serta Sekolah Bidan Aisyiah Surakarta. (Najib dan Sukardiyono, 1998:17)
Amien Rais dididik dan dibesarkan dari lingkungan keluarga yang sangat kental dengan nuansa ajaran Islam yang modernis serta berdisiplin tinggi, ia sering mengatakan  sejak “sebelum lahir” ia sudah menjadi warga Muhammadiyah. Didikan keras orang dari orangtuanya, terutama ibundanya, di usia 9 tahun “Amien kecil” sudah ditanamkan disiplin, bangun tidur sekitar pukul 04.00 setiap hari, selain itu Amien Rais juga terbiasa dengan melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan serta puasa Sunnah Senin-Kamis. Ia juga pemberani dan kerap tampil sebagai pembela kawan-kawannya.
Kedua orang tuanya, dari sejak Sekolah Dasar sampai sekolah Menengah Umum tingkat atas menitipkan pendidikan anak-anak di sekolah binaaan Muhammadiyah. Amien Rais mengalami sosialisasi pendidikan resmi dalam dunia sekolah yang dibina oleh Muhammadiyah. Ia gemar baca buku dan bakat mempelajari bahasa juga sangat menonjol. Masa sekolah Menengah Pertama (SMP) ia juga aktif di kepanduan organisasi Muhammadiyah yang di kenal dengan Hizbul Wathan di kota Solo. Melalui aktivitas ini ia mulai menemukan semangat kolektivitas ketika harus berhadapan dengan gencarnya modernisasi, sementara akar-akar kultural masih kuat dengan struktur pedesaan.
Memasuki tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah pada tahun 1959, di kota Solo. Pada masa itu sistem pengajaran Sekolah Swasta berinduk ke sekolah Pemerintah (negeri). Amien Rais dapat dibanggakan, terutama bahasa Inggris , dimana nilainya 9, untuk pelajaran lain cukup baik, sehingga setelah selesai SMA ia diterima tanpa test di perguruan umum yang bergengsi yaitu Universitas Gajah Mada di kota Yogyakarta, ia juga diterima di lembaga tinggi bidang studi tarbiyah  di IAIN Sunan Kalijaga, sebuah perguruan tinggi yang khusus mengkaji mengenai keIslaman. Semasa SMA ia juga aktif dalam bela diri dengan bergabung dalam perkumpulan jujitsu, selain itu juga ia aktif di kepanduan (Pramuka). Masa ini Amien Rais juga telah aktif di perkumpulan kalangan muda Muhammadiyah di Kepatihan.
Setelah menamatkan SMA  ia hijrah ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sosial Politik, bidang hubungan internasional di Universitas Gajah Mada. Pada masa yang sama beliau mengikuti kuliah di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan kalijaga. Gelar Sarjana  Muda (Bachelor) didapatkan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1967, kemudian ia menyelesaikan studi Sarjana di Jurusan Hubungan Internasional pada tahun 1968 dengan tema skripsi “mengapa politik luar negeri Israel berorientasi Pro-Barat”? . pada saat mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif  di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Himpunan Mahasiswa Islam. (Syam, 2003: 262)
Studinya dilanjutkan pada tingkat Master di bidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat, dan selesai pada tahun 1974. Dari universitas yang sama ia juga memperoleh Certificate on East-European Studies. Sementara itu, gelar Doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post-Doctoral Program di George Washington University pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Perjalanan pendidikannya tersebut telah memberinya banyak pengalaman dan kemampuan kognitif-analitis, dan mengantarkannya menjadi salah seorang intelektual terkemuka di negeri ini, bahkan di berbagai belahan dunia yang lain. Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung.
2.      Pemikiran Amien Rais tentang Demokrasi
Secara etimologis Demokrasi terdiri dari dua kata Yunani yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Gabungan dua kata demos-cratos (demokrasi) memiliki arti suatu keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. (Ubaedillah dan Rozak, 2006: 131)
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah. Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila atau pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat berdasarkan sila pancasila.
Demokrasi menjunjung tinggi persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara, dan hal ini sejalan dengan moral agama. Islam dan demokrasi pun tidak dapat dipisahkan, karena demokrasi adalah bagian dari politik. Dr. Kuntowijoyo (1997: 91) membahas kaidah-kaidah demokrasi seperti: (1) taaruf (saling mengenal), (2) syura (musyawarah), (3) taawun (kerjasama), (4) maslahah (menguntungkan masyarakat) (5), ‘adil (adil), (6) taghyiir (perubahan). Kaidah demokrasi yang dikemukakan Kunto, tidak lain didasarkan pada syariat agama.
Di antara ciri dari demokrasi adalah pengakuan adanya perbedaan, baik suku, bangsa, agama dan ras. Dan, perbedaan-perbedaan  seperti itu pun sudah diakomodasi dalam Islam, bahkan lebih dari itu Islam telah memberikan aturan untuk mengantisipasi segala perbedaan. Seperti  yang telah dianjurkan Nabi bahwa perbedaan pendapat dikalangan umat adalah rahmat Tuhan. (Nasution, 1986: 1)
Di masa rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto (1965-1998) adalah suatu pemerintahan dimana kekuatan politik tidak berada ditangan sipil, melainkan ada dalam dominasi militer dengan pola kekuasaan brdasarkan ideologi pancasila yang” murrni dan konsekuen” dalam versi pemerintahan di bawah kekuasaan Soeharto. Demokrasi Pancasila sangat gencar dimasyarakatkan melalui penataran P4 dan pidato-pidato resmi.
Namun, kenyataan politik yang berada di lapangan justru banyak yang serba berlawanan. MPRS, DPR, pers, partai politik, ABRI, ormas dan hampir seluruh institusi politik keneragaan dipasung  secara sistematis di bawah kendali mutlak soeharto sehingga melahirkan demokrasi jadi-jadian. Paradoks demokrasi itu pada akhirnya juga runtuh pada 21 Mei 1998. Setelah terkukung.
Amien Rais berbicara mengenai pancasila dan demokrasi secara kritis, terbuka dan berani. Akan tetapi penuh kehati-hatian mengemukakan sikapnya. Ia bersikap tegas mengenai pancasila, dijelaskan: “Semua dapat dicapai, selama Pancasila itu dimengerti secara wajar dan benar, karena itu tidak ada satupun nilai-nilai Pancasila yang tidak sejalan dengan ajaran Islam. Akan tetapi jika kemudian Pancasila itu ditafsirkan terlalu jauh dibumbui pandangan yang aneh-aneh tidak ada hubungannya dengan Pancasila. Masalahnya menjadi lain”. (Syam, 2003: 188)
Ia juga berbicara mengenai demokrasi yang berkaitan dengan Islam dengan memiliki demokrasi yang baik dan benar, maka nasib rakyat akan lebih baik. Ia memberikan pandangan bagaimana langkah yang strategis untuk mencapai demokrasi, jelas dikatakannya; I believe in democracy 100% because democracy with parrarel with basic Islamic teaching.
Dalam tulisan yang bertema “Indonesia dan Demokrasi ” yang dimuat dalam terbitan tahun 1983, Amien Rais menjelaskan demokrasi secara lebih rinci, sebagai  berikut:  Pertama , ia menjamin mekanisme cheks and balance di antara mereka yang sedang berkuasa atau memerintah dengan yang tidak memerintah secara legal konstitusional, kedua, demokrasi menjamin setidak-tidaknya empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan beragama dan kebebasan dari rasa takut. Ketiga, berlakunya sistem control the people control the leaders, keempat, dalam demokrasi ada kesediaan sharing of power dengan pihak lain guna tercapai keseimbangan harmoni dengan kekuatan-kekuatan sosial politik. Kelima, demokrasi menjamin rakyat  untuk menempatkan para wakilnya di lembaga-lembaga perwakilan secara bebas. Pemerintah tidak berhak mencampuri proses representasi ini, kecuali wakil itu melakukan pengkhianatan kepada negara.
Mengenai demokrasi, kegamangan yang dirasakan oleh Amien Rais bukan pada dataran konstitusi yang ada, melainkan pada dataran pelaksanaan atau praktik yang berjalan semasa Orde Baru. Sebab itu ia menekankan pentingnya tiga hal agar diperhatikan untuk membangun demokrasi sebenarnya supaya rakyat berani menyatakan pendapat. Hal lain adalah pentingnya peranan kaum Intelektual untuk memasyarakatkan demokrasi. Hal yang spesifik ia katakan sebagai implementasi dewasa ini bila dikaitkan dengan umat Islam dimana menurutnya demokrasi belum diperlakukan secara adil.
Amien Rais lebih mengkritisi secara terbuka, berani dan apa adanya terhadap masalah yang dianggap masih jauh dari apa yang menjadi konstitusi negara. Sistem demokrasi serta hak-hak umat yang sepantasnya mendapat perhatian sebagai bagian terbesar dan mayoritas dari rakyat Indonesia, tetapi yang nampak adalah ketidakadilan sepanjang periode 1970-1980-an akibat modernisasi dan pembangunan yang didisain pemerintah Orde Baru itu. Semua tindakan itu telah “meminggirkan” peranan umat Islam di berbagai sektor baik dari perencanaan, pengendalian, pengelolaan sampai menikmati pembangunan itu. (Syam, 2003: 189)
Amien Rais mengatakan bahwa esensi demokrasi itu adalah al-a’dalah atau keadilan, sesuatu yang sangat ditekankan di dalam ajaran-ajaran agama, dalam al-Qur’an sendiri, keadilan merupakan salah salah satu benang ajaran kitab suci ini, Esensi demokrasi harus kita yakini adalah penegakan keadilan, kalau harus mengambil demokrasi dalam arti universal dan komperhensif, maka sebuah demokrasi itu multi wajah. Demokrasi politik, demokrasi hukum, demokrasi ekonomi, demokrasi sosial, demokrasi ppendidikan, setiap demokrasi yang dikaitkan dengan berbagai kehidupan, maka esensinya adalah keadilan.
Pancasila sendiri sebetulnya sudah memberikan rumusan yang bagus tentang prinsip-prinsip keadilan ini. Namun sesungguhnya keadilan yang kita lihat saat ini sangat jauh dari apa yang kita harapkan, yakni keadilan dan kemanusiaan. Keadilan hukum adalah sesuatu yang jelas dalam demokrasi, apalagi sebagai orang Islam harus bisa menegakkan keadilan dan itu memang perlu waktu ketekunan dan kesabaran.
Sebagai sistem yang tidak mutlak sempurna, tentu saja kritik tetap ada, terutama sifat demokrasi yang mengandalkan suara mayoritas, tetapi ia ingin menegaskan disini bahwa demokrasi yang akan di kembangkan adalah demokrasi yang dibimbing oleh wahyu ilahi sehingga tidak salah jalan, tidak terjadi penyelewengan—penyelewengan kemanusiaan atas nama demokrasi, atau atas nama suara mayoritas. Berbeda dengan di Amerika dengan demokrasi liberalnyasi. (Rais, 1999: 85-88)
Kemudian Amien Rais berpendapat bahwa demokrasi di negara kita perlu terus di dorong. Dalam kaitan ini, paling tidak, ada dua langkah yang perlu diusahakan supaya demokrasi semakin subur. Langkah pertama, tentu perlu mempertahankan supaya bisa selalu menikmati freedom of speech and freedom of press. Press sekarang sedang menikmati kebebasan. Bisa dilihat dengan munculnya tabloid-tabloid dan acara-acara televisi yang kini semakin menarik untuk dinikmati. Langkah kedua, bersama-sama menghilangkan sikap mental paternalistis dan feodalistis, kedua sikap ini mengangap Sang Bapak pemimpin itu paling tahu dan paling bagus, sementara rakyat manut saja.
Bila sudah menjalankan demokrasi sesuai dengan aturannya yang transparan, maka yang kalah berada di luar memberikan kritik terus menerus supaya kekuasaan menjadi lebih teduh dan tidak menyeleweng terlalu jauh. Dalam bahasa tekhnisnya, demokrasi hanya ada kalau ditumbuhkan check and balance, kalau ada yang berlebihan di balance, diseimbangkan kembali, ini merupakan ruh atau jiwa demokrasi yang diinginkan.
C.     PENUTUP

1.      Kesimpulan
Dari pembahasan tentang amien rais diatas dapat pemakalah tarik beberapa kesimpulan:
a.       Biografi amien rais
Amien Rais lahir di kampung Kepatihan Kulon, Kota Solo, Jawa Tengah. Pada tanggal 26 April 1944. Amien Rais dididik dan dibesarkan dari lingkungan keluarga yang sangat kental dengan nuansa ajaran Islam yang modernis serta berdisiplin tinggi.
b.      Pemikiran amien rais mengenai demokrasi
Amien Rais mengatakan bahwa esensi demokrasi itu adalah al-a’dalah atau keadilan, sesuatu yang sangat ditekankan di dalam ajaran-ajaran agama, dalam al-Qur’an sendiri, keadilan merupakan salah salah satu benang ajaran kitab suci ini, Esensi demokrasi harus kita yakini adalah penegakan keadilan, kalau harus mengambil demokrasi dalam arti universal dan komperhensif, maka sebuah demokrasi itu multi wajah. Demokrasi politik, demokrasi hukum, demokrasi ekonomi, demokrasi sosial, demokrasi ppendidikan, setiap demokrasi yang dikaitkan dengan berbagai kehidupan, maka esensinya adalah keadilan.
2.      Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa pemakalah harapkan, yang nantinya dapat dijadikan sebagai titian usaha perbaikan lebih lanjut.



















DAFTAR PUSTAKA

Kuntowijoyo. 1997.  Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan.
Najib, Muhammad  dan Kuat Sukardiyono. 1998. Amien Rais Sang Demokrat. Jakarta: Gema Insani Press.
Nasution, Harun. 1986.  Islam Ditinjau Dari berbagai Aspek. Jakarta: UI Press.
Rais, Amien. 1999.  Ijtihad dan Terobosan: Esai-Esai Reformasi. Cilegon: Larayba Press Merak.
Syam, Firdaus. 2003. Amien Rais Politisi Yang Merakyat dan Intelektual Yang Shaleh. Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.
Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. 2006. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan The Asia Foundation.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar