MAKALAH
PEMIKIRAN
MODERN DALAM ISLAM
Tentang
PEMIKIRAN
AMIEN RAIS

Oleh:
Elvi Susanti : 110.066
Dosen pembimbing:
Prof. Dr. H.
Syaifullah, SA. MA
H. Rifki Abror Ananda,
M.Ag
JURUSAN SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM (A)
FAKULTAS ADAB
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1433 H / 2012 M
A. PENDAHULUAN
Prof. Dr. Muhammad Amien Rais adalah sebuah fenomena
di dalam dunia politik mutakhir di Indonesia. Pemunculannya amat cepat, dari
seorang pemimpin nasional Muhammadiyah dan seorang pengajar di
Universitas Gadjah Mada dalam tempo yang amat cepat Amien Rais muncul
menjadi tokoh nasional yang di kenal secara luas. Amien Rais berada paling
depan dalam suatu momentum kesejarahan bangsa Indonesia yang kita kenal dengan
nama gerakan Reformasi. Amien Rais menjadi salah seorang tokoh puncak nasional.
Julukan “Penarik Gerbong Reformasi” dan juga salah seorang tokoh Islam modernis
yang tampil sebagai “lokomotif” perubahan kehidupan politik yang
terjadi.
Dalam makalah ini pemakalah membatasi pembahasannya
dan akan mencoba menguraikan beberapa point mengenai amien rais yaitu:
1. Bagaimana biografi Amien Rais?
2. Bentuk pemikiran Amien Rais mengenai Demokrasi?
Jawaban serta pembahasan mengenai beberapa poin diatas akan pemakalah
uraikan pada bab selanjutnya.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Amien rais
Amien Rais lahir di kampung Kepatihan Kulon, Kota
Solo, Jawa Tengah. Pada tanggal 26 April 1944. Ayahnya bernama H. Syuhud Rais
adalah seorang guru agama yang berpendidikan lulusan Muallimin Muhammadiyah dan
memberi pelajaran agama disekolah menengah umum organisasi itu, sedangkan
ibunya bernama Sudalmiyah, aktif di cabang organisasi Muhammadiyah di bidang
perempuan yaitu Aisyiah Cawangan kota Surakarta, ia juga mengajar di sekolah
Guru kepandaian Putri Negeri serta Sekolah Bidan Aisyiah Surakarta.
(Najib dan Sukardiyono, 1998:17)
Amien Rais dididik dan dibesarkan dari lingkungan
keluarga yang sangat kental dengan nuansa ajaran Islam yang modernis serta
berdisiplin tinggi, ia sering mengatakan sejak “sebelum lahir” ia sudah
menjadi warga Muhammadiyah. Didikan keras orang dari orangtuanya, terutama
ibundanya, di usia 9 tahun “Amien kecil” sudah ditanamkan disiplin, bangun
tidur sekitar pukul 04.00 setiap hari, selain itu Amien Rais juga terbiasa
dengan melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan serta puasa Sunnah
Senin-Kamis. Ia juga pemberani dan kerap tampil sebagai pembela kawan-kawannya.
Kedua orang tuanya, dari sejak Sekolah Dasar sampai
sekolah Menengah Umum tingkat atas menitipkan pendidikan anak-anak di sekolah
binaaan Muhammadiyah. Amien Rais mengalami sosialisasi pendidikan resmi dalam
dunia sekolah yang dibina oleh Muhammadiyah. Ia gemar baca buku dan bakat
mempelajari bahasa juga sangat menonjol. Masa sekolah Menengah Pertama (SMP) ia
juga aktif di kepanduan organisasi Muhammadiyah yang di kenal dengan Hizbul
Wathan di kota Solo. Melalui aktivitas ini ia mulai menemukan semangat
kolektivitas ketika harus berhadapan dengan gencarnya modernisasi, sementara
akar-akar kultural masih kuat dengan struktur pedesaan.
Memasuki tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
Muhammadiyah pada tahun 1959, di kota Solo. Pada masa itu sistem pengajaran
Sekolah Swasta berinduk ke sekolah Pemerintah (negeri). Amien Rais dapat
dibanggakan, terutama bahasa Inggris , dimana nilainya 9, untuk pelajaran lain
cukup baik, sehingga setelah selesai SMA ia diterima tanpa test di perguruan
umum yang bergengsi yaitu Universitas Gajah Mada di kota Yogyakarta, ia juga
diterima di lembaga tinggi bidang studi tarbiyah di IAIN Sunan
Kalijaga, sebuah perguruan tinggi yang khusus mengkaji mengenai keIslaman.
Semasa SMA ia juga aktif dalam bela diri dengan bergabung dalam perkumpulan
jujitsu, selain itu juga ia aktif di kepanduan (Pramuka). Masa ini Amien Rais
juga telah aktif di perkumpulan kalangan muda Muhammadiyah di Kepatihan.
Setelah menamatkan SMA ia hijrah ke Yogyakarta
untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sosial Politik, bidang hubungan
internasional di Universitas Gajah Mada. Pada masa yang sama beliau mengikuti
kuliah di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan kalijaga. Gelar
Sarjana Muda (Bachelor) didapatkan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1967, kemudian ia menyelesaikan studi Sarjana di
Jurusan Hubungan Internasional pada tahun 1968 dengan tema skripsi “mengapa
politik luar negeri Israel berorientasi Pro-Barat”? . pada saat
mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Himpunan
Mahasiswa Islam. (Syam, 2003: 262)
Studinya dilanjutkan pada tingkat Master di bidang
Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat, dan selesai pada
tahun 1974. Dari universitas yang sama ia juga memperoleh Certificate on
East-European Studies. Sementara itu, gelar Doktoralnya diperoleh dari Universitas
Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup
terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti
Post-Doctoral Program di George Washington University pada tahun 1986 dan di
UCLA pada tahun 1988.
Perjalanan pendidikannya tersebut telah memberinya
banyak pengalaman dan kemampuan kognitif-analitis, dan mengantarkannya menjadi
salah seorang intelektual terkemuka di negeri ini, bahkan di berbagai belahan
dunia yang lain. Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi
keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas
fenomena sosial yang sedang berlangsung.
2. Pemikiran Amien Rais
tentang Demokrasi
Secara etimologis Demokrasi terdiri dari dua kata Yunani
yaitu demos yang berarti rakyat atau
penduduk suatu tempat dan cratos yang
berarti kekuasaan atau kedaulatan. Gabungan dua kata demos-cratos (demokrasi)
memiliki arti suatu keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan
bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
(Ubaedillah dan Rozak, 2006: 131)
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah.
Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila atau pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat berdasarkan sila
pancasila.
Demokrasi menjunjung tinggi persamaan hak dan
kewajiban bagi seluruh warga negara, dan hal ini sejalan dengan moral agama.
Islam dan demokrasi pun tidak dapat dipisahkan, karena demokrasi adalah bagian
dari politik. Dr. Kuntowijoyo (1997: 91) membahas kaidah-kaidah demokrasi
seperti: (1) taaruf (saling mengenal), (2) syura (musyawarah),
(3) taawun (kerjasama), (4) maslahah (menguntungkan masyarakat)
(5), ‘adil (adil), (6) taghyiir (perubahan). Kaidah demokrasi
yang dikemukakan Kunto, tidak lain didasarkan pada syariat agama.
Di antara ciri dari demokrasi adalah pengakuan adanya
perbedaan, baik suku, bangsa, agama dan ras. Dan, perbedaan-perbedaan
seperti itu pun sudah diakomodasi dalam Islam, bahkan lebih dari itu Islam
telah memberikan aturan untuk mengantisipasi segala perbedaan. Seperti
yang telah dianjurkan Nabi bahwa perbedaan pendapat dikalangan umat adalah
rahmat Tuhan. (Nasution, 1986: 1)
Di masa rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto
(1965-1998) adalah suatu pemerintahan dimana kekuatan politik tidak berada
ditangan sipil, melainkan ada dalam dominasi militer dengan pola kekuasaan
brdasarkan ideologi pancasila yang” murrni dan konsekuen” dalam
versi pemerintahan di bawah kekuasaan Soeharto. Demokrasi Pancasila sangat
gencar dimasyarakatkan melalui penataran P4 dan pidato-pidato resmi.
Namun, kenyataan politik yang berada di lapangan
justru banyak yang serba berlawanan. MPRS, DPR, pers, partai politik, ABRI,
ormas dan hampir seluruh institusi politik keneragaan dipasung secara
sistematis di bawah kendali mutlak soeharto sehingga melahirkan demokrasi
jadi-jadian. Paradoks demokrasi itu pada akhirnya juga runtuh pada 21 Mei 1998.
Setelah terkukung.
Amien Rais berbicara mengenai pancasila dan demokrasi
secara kritis, terbuka dan berani. Akan tetapi penuh kehati-hatian mengemukakan
sikapnya. Ia bersikap tegas mengenai pancasila, dijelaskan: “Semua dapat
dicapai, selama Pancasila itu dimengerti secara wajar dan benar, karena itu
tidak ada satupun nilai-nilai Pancasila yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Akan tetapi jika kemudian Pancasila itu ditafsirkan terlalu jauh dibumbui
pandangan yang aneh-aneh tidak ada hubungannya dengan Pancasila. Masalahnya
menjadi lain”. (Syam, 2003: 188)
Ia juga berbicara mengenai demokrasi yang berkaitan
dengan Islam dengan memiliki demokrasi yang baik dan benar, maka nasib rakyat
akan lebih baik. Ia memberikan pandangan bagaimana langkah yang strategis untuk
mencapai demokrasi, jelas dikatakannya; I believe in democracy 100%
because democracy with parrarel with basic Islamic teaching.
Dalam tulisan yang bertema “Indonesia dan Demokrasi
” yang dimuat dalam terbitan tahun 1983, Amien Rais menjelaskan demokrasi
secara lebih rinci, sebagai berikut: Pertama , ia menjamin
mekanisme cheks and balance di antara mereka yang sedang berkuasa
atau memerintah dengan yang tidak memerintah secara legal konstitusional, kedua,
demokrasi menjamin setidak-tidaknya empat macam kebebasan, yaitu kebebasan
mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan beragama dan kebebasan dari
rasa takut. Ketiga, berlakunya sistem control the people control the
leaders, keempat, dalam demokrasi ada kesediaan sharing of power
dengan pihak lain guna tercapai keseimbangan harmoni dengan kekuatan-kekuatan
sosial politik. Kelima, demokrasi menjamin rakyat untuk
menempatkan para wakilnya di lembaga-lembaga perwakilan secara bebas.
Pemerintah tidak berhak mencampuri proses representasi ini, kecuali wakil itu
melakukan pengkhianatan kepada negara.
Mengenai demokrasi, kegamangan yang dirasakan oleh
Amien Rais bukan pada dataran konstitusi yang ada, melainkan pada dataran
pelaksanaan atau praktik yang berjalan semasa Orde Baru. Sebab itu ia
menekankan pentingnya tiga hal agar diperhatikan untuk membangun demokrasi
sebenarnya supaya rakyat berani menyatakan pendapat. Hal lain adalah pentingnya
peranan kaum Intelektual untuk memasyarakatkan demokrasi. Hal yang spesifik ia
katakan sebagai implementasi dewasa ini bila dikaitkan dengan umat Islam dimana
menurutnya demokrasi belum diperlakukan secara adil.
Amien Rais lebih mengkritisi secara terbuka, berani
dan apa adanya terhadap masalah yang dianggap masih jauh dari apa yang menjadi
konstitusi negara. Sistem demokrasi serta hak-hak umat yang sepantasnya
mendapat perhatian sebagai bagian terbesar dan mayoritas dari rakyat Indonesia,
tetapi yang nampak adalah ketidakadilan sepanjang periode 1970-1980-an akibat
modernisasi dan pembangunan yang didisain pemerintah Orde Baru itu. Semua
tindakan itu telah “meminggirkan” peranan umat Islam di berbagai sektor
baik dari perencanaan, pengendalian, pengelolaan sampai menikmati pembangunan
itu. (Syam, 2003: 189)
Amien Rais mengatakan bahwa esensi demokrasi itu
adalah al-a’dalah atau keadilan, sesuatu yang sangat ditekankan di dalam
ajaran-ajaran agama, dalam al-Qur’an sendiri, keadilan merupakan salah salah
satu benang ajaran kitab suci ini, Esensi demokrasi harus kita yakini adalah
penegakan keadilan, kalau harus mengambil demokrasi dalam arti universal
dan komperhensif, maka sebuah demokrasi itu multi wajah. Demokrasi
politik, demokrasi hukum, demokrasi ekonomi, demokrasi sosial, demokrasi
ppendidikan, setiap demokrasi yang dikaitkan dengan berbagai kehidupan, maka
esensinya adalah keadilan.
Pancasila sendiri sebetulnya sudah memberikan rumusan
yang bagus tentang prinsip-prinsip keadilan ini. Namun sesungguhnya keadilan
yang kita lihat saat ini sangat jauh dari apa yang kita harapkan, yakni
keadilan dan kemanusiaan. Keadilan hukum adalah sesuatu yang jelas dalam
demokrasi, apalagi sebagai orang Islam harus bisa menegakkan keadilan dan itu
memang perlu waktu ketekunan dan kesabaran.
Sebagai sistem yang tidak mutlak sempurna, tentu saja
kritik tetap ada, terutama sifat demokrasi yang mengandalkan suara mayoritas,
tetapi ia ingin menegaskan disini bahwa demokrasi yang akan di kembangkan adalah
demokrasi yang dibimbing oleh wahyu ilahi sehingga tidak salah jalan, tidak
terjadi penyelewengan—penyelewengan kemanusiaan atas nama demokrasi, atau atas
nama suara mayoritas. Berbeda dengan di Amerika dengan demokrasi liberalnyasi.
(Rais, 1999: 85-88)
Kemudian Amien Rais berpendapat bahwa demokrasi di
negara kita perlu terus di dorong. Dalam kaitan ini, paling tidak, ada dua
langkah yang perlu diusahakan supaya demokrasi semakin subur. Langkah
pertama, tentu perlu mempertahankan supaya bisa selalu menikmati freedom
of speech and freedom of press. Press sekarang sedang menikmati kebebasan.
Bisa dilihat dengan munculnya tabloid-tabloid dan acara-acara televisi yang
kini semakin menarik untuk dinikmati. Langkah kedua, bersama-sama
menghilangkan sikap mental paternalistis dan feodalistis, kedua
sikap ini mengangap Sang Bapak pemimpin itu paling tahu dan paling bagus,
sementara rakyat manut saja.
Bila sudah menjalankan demokrasi sesuai dengan
aturannya yang transparan, maka yang kalah berada di luar memberikan kritik
terus menerus supaya kekuasaan menjadi lebih teduh dan tidak menyeleweng
terlalu jauh. Dalam bahasa tekhnisnya, demokrasi hanya ada kalau ditumbuhkan check
and balance, kalau ada yang berlebihan di balance, diseimbangkan
kembali, ini merupakan ruh atau jiwa demokrasi yang diinginkan.
C.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang amien rais diatas dapat pemakalah tarik
beberapa kesimpulan:
a. Biografi amien rais
Amien Rais lahir di kampung Kepatihan Kulon, Kota
Solo, Jawa Tengah. Pada tanggal 26 April 1944. Amien Rais dididik dan
dibesarkan dari lingkungan keluarga yang sangat kental dengan nuansa ajaran
Islam yang modernis serta berdisiplin tinggi.
b. Pemikiran amien rais mengenai demokrasi
Amien Rais mengatakan bahwa esensi demokrasi itu adalah
al-a’dalah atau keadilan, sesuatu yang sangat ditekankan di dalam
ajaran-ajaran agama, dalam al-Qur’an sendiri, keadilan merupakan salah salah
satu benang ajaran kitab suci ini, Esensi demokrasi harus kita yakini adalah
penegakan keadilan, kalau harus mengambil demokrasi dalam arti universal
dan komperhensif, maka sebuah demokrasi itu multi wajah. Demokrasi
politik, demokrasi hukum, demokrasi ekonomi, demokrasi sosial, demokrasi
ppendidikan, setiap demokrasi yang dikaitkan dengan berbagai kehidupan, maka
esensinya adalah keadilan.
2. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
senantiasa pemakalah harapkan, yang nantinya dapat dijadikan sebagai titian
usaha perbaikan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. 1997. Identitas
Politik Umat Islam. Bandung: Mizan.
Najib, Muhammad dan Kuat
Sukardiyono. 1998. Amien Rais Sang Demokrat. Jakarta: Gema Insani Press.
Nasution, Harun. 1986. Islam
Ditinjau Dari berbagai Aspek. Jakarta: UI Press.
Rais, Amien. 1999. Ijtihad
dan Terobosan: Esai-Esai Reformasi. Cilegon: Larayba Press Merak.
Syam, Firdaus. 2003. Amien Rais Politisi Yang Merakyat dan
Intelektual Yang Shaleh. Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.
Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. 2006. Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan
The Asia Foundation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar