MAKALAH
TEORI KEBUDAYAAN
Tentang
TEORI FUNGSIONALISME
Oleh:
Elvi Susanti : 110.066
Esti Purwanti N :
110.042
Nuraida :
110.070
Aulia rahman : 110.
Dosen pembimbing:
Lisna Sandora, M.Ag
Andri Rosadi, Lc
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (A)
FAKULTAS ADAB
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1433 H / 2012 M
A.
PENDAHULUAN
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa
manusia yang diperoleh melalui belajar. Kebudayaan juga bagian yang tidak
terpisahkan dari diri manusia. Kehadiran kebudayaan itu sendiri tidak terlepas
dari manusia. Di dalam dunia ini kebudayaan terkait dengan manusi yang
merupakan sebuah sistem. Begitulah manusia selalu berada dalam kehidupan yang
bercorak fungsionalitas antarsubsistemnya. Agama, ekonomi, seni, dan teknologi,
dan sebagaimana memiliki kaitan fungsionalisme dengan kehidupan umat manusia.
Pada abad ke 18, seiring dengan perkembangan aliran-aliran baru di dalam kancah
antropologi budaya. Teori fungsionalisme berkembang di Inggris kemudian di
Amerika. Malinowski merupakan tokoh yang berperan penting dalam ilmu
antropologi. Kegemaran yang dimilikinya yaitu tertarik pada psikologi,
menjadikan ia melakukan penelitian di suatu wilayah yang terletak di Kepulauan
Trobriand.
Berdasarkan pemaparan di atas, pemakalah akan
menguraikan pokok bahasan ini berdasarkan pertanyaan di bawah ini:
1.
konsep fungsionalisme?
2.
Siapakah tokoh yang
berperan dalam ilmu antropologi yang mengkaji mengenai teori fungsionalisme?
3.
Bagaimanakah konsep yang
dipakai Malinowski dalam penelitiannya?
4.
Bagaimana Kaitan antara
fungsionalisme dengan strukturalisme?
5.
Kelemahan teori
fungsionalisme?
B. PEMBAHASAN
1. Konsep fungsionalisme
Fungsi pada dasarnya ada dua bentuk sudut pandang
yaitu: Fungsi dalam masyarakat yang merupakan satu kesatuan yang integral.
Masyarakat adalah suatu sistem yang secara keseluruhan terdiri dari
bagian-bagian yang saling tergantung (http://www.scribd.com/doc/23711839/teori-fungsional).
Kemudian dari sisi fungsi kebudayaan adalah kemampuan kebudayaan itu untuk
memenuhi kebutuhan individu anggotanya dalam konteks batasan yang dibentuk oleh
kebudayaan itu. Asumsi dasar dari fungsionalisme adalah seluruh elemen
kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan individu.
Asumsi dasar fungsionalisme merupakan seluruh
elemen suatu suku, bangsa, masyarakat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
kelangsungan kebudayaan dari setiap anggota-anggotanya. Fungsional merupakan
kemampuan suatu kebudayaan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
individu dalam masyarakat baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan skunder.
Fungsional membentuk integral kebudayaan atau sebuah lingkaran kebudayaan, satu
elemen kebudayaan memenuhi beberapa unsur kebudayaan dalam masyarakat, jika
salah satu elemen terganggu maka elemen yang lain juga akan terganggu karena
fungsionalisme membentuk sebuah lingkaran kebudayaan.
2. Biografi Bronislaw Malinowski
Aliran
fungsionalisme structural berkembang di Inggris, dan kemudian di Amerika pada
abad ke 18. Peranannya yang sangat berpengaruh besar adalah pada temuan
konseptualnya mengenai peranan kebudayaan di dalam kehidupan manusia bagi yang
primitive maupun yang modern (Syam, 2006: 30). Dalam teori antropologi dalam
mengembangkan teori-teorinya terdapat seorang tokoh yang sangat penting dalam
sejarah antropologi yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia dilahirkan di
Cracow, Polandia sebagai putera keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya seorang
guru besar dalam Ilmu Sastra Slavik. Pada tahun 1908 ia lulus Fakultas Ilmu
Pasti dan Alam dari universitas di Cracow. Selama studinya ia sudah tertarik
kepada buku yang berisikan foklor dan dongeng-dongeng tentang rakyat. Hal
demikian mengakibatkan ia mempelajari psikologi. Dalam foklor tersebut ia
banyak membaca mengenai ilmu ghaib yang pada akhirnya merambah dunia etnologi.
Pada saat ia melanjutkan ke perguruan Tinggi, tepat tahun 1916 mendapat gelar
doktor dengan memberikan dua buah judul karangan buku. Demikian dilakukan
sebagai ganti disertasi, yaitu The Family Among the Australian Aborigines dan
The Native of Mailu. Kedua karangan tersebut dilakukan dengan cara membaca,
artinya tidak turun ke lapangan secara langsung. Berbagai macam buku dibaca
waktu itu, sehingga ia tertarik untuk mengadakan penelitian secara langsung di
pulau itu. (Baal, 1988: 49)
Melalui bantuan
seseorang yang bernama Seligman, pada tahun 1914 ia dapat pergi ke kepulauan
Trobiand untuk penelitian di bagian utara Kepulauan Masim sebelah Tenggara
Papua Nugini. Pada saat itu pula Perang Dunia pecah antara Inggris dan
Australia berlawanan. Akan tetapi berkat rekomendasi Seligman Malinowski
diperbolehkan untuk tinggal di Kepulauan Trobriand untuk mengobservasi dan
meneliti orang Trobriand selama lebih dari dua tahun. Setelah perang usai pada
tahun 1918, ia pergi ke Inggris karena mendapat pekerjaan sebagai asisten ahli
di London School of Economics. Akibat terserang penyakit paru-paru, maka baru
dalam tahun 1921 ia dapat mulai melakukan penulisan buku-buku hasil
penelitiannya di Papua Nugini. Buku yang pertama yang telah banyak menarik
perhatian dunia ilmu etnologi dan antropologi masa itu adalah Argonauts of the
Western Pacific tahun 1922. Malinowski naik pangkat menjadi lektor pada tahun
1924 dan pada tahun 1926 ia menerbitkan buku keduanya mengenai Trobriand yaitu
Crime and Custom in Savage Society. Setahun kemudian ia di angkat menjadi guru
besar penuh dalam ilmu antopologi. Setelah itu terbit lagi dua buah buku hasil
penelitiannya di Trobriand yaitu The Sexual Life Of the Savages ( 1929) dan
kedua dalam jilid tebal Coral Gaerdens and Theirs Magic (1935).
Sebenarnya ia
sudah mengalihkan perhatianya kepada hal-hal lain pada waktu sebelumya.
Berkaitan dengan perhatiannya terhadap antropologi praktis dan terapan, ia
diminta menjadi konsultan Departemen Pemerintahan Kolonial Inggris. Dalam
kedudukannya itu ia pernah mengunjungi Afrika Selatan dan Afrika Timur pada
tahun 1934. Ia juga banyak diundang untuk memberi ceramah di berbagai
universitas di Eropa dan di Amerika dalam dasawarsa antara tahun 1926-1936.
Pada tahun 1938 ia sekali pergi ke Amerika Serikat dan akhirnya menetap di
negara itu dan pada saat setelah Perag Dunia II pecah tahun 1939. Ketika ia
diundang oleh guru besar tamu di Universitas Yale. Pada saat itu pula tertarik
lagi pada kesukaanya ilmu psikologi. Hal demikian disebabkan di Universitas itu
ada ahli-ahli psikologi behaviorisme seperti N.E Miller dan J. Dollard yang
mengembangkan teori-teori baru tentang proses belajar sebagai hasil
penelitian-penelitian mereka dengan binatang-binatang percobaan di
laboratorium.
Keadaan seperti
itu mengakibatkan ia mulai mengembangkan suatu teori baru untuk menganalisa
fungsi dari kebudayaan manusia yang disebut suatu teori fungsional tentang
kebudayaan atau a functional thory of culture. Ia kemudian memutuskan untuk
menetap di Amerika Serikat ketika ia ditawari menjadi guru besar antropologi di
Universitas itu pada tahun 1942. Sangat disayangkan, pada tahun itu juga ia
meninggal dunia. Buku teori baru yang ditulisnya tidak dapat dialaminya lagi.
Salah seorang muridnya H. Chairns meredaksi dan menerbitkan buku itu secara
anumerta dua tahun kemudian.
3. Teori fungsionalisme malinowski
Berdasarkan biografi Malinowski di atas, maka konsep
dari pemikiran teori yang dikemukakan dari penelitiannya dapat di bagi menjadi
beberapa konsep yaitu (Koentjaraningrat, 2007:164-172):
a.
Etnografi Berintegrasi
Secara Fungsional
Argonauts of the Western Pacific merupakan judul
karangan pertama yang ditulis dalam penelitian di Kepulauan Trobriand sebelah
Tenggara Papua Nugini pada tahun 1922. Di sana banyak yang menarik
perhatiannya, tidak hanya para ahli
antropologi dan pakar sosiologi. Tetapi juga kalangan awam. Pokok pelukisannya
adalah suatu sistem perdagangan antara penduduk Kepulauan Trobriand, Kepulauan
Amphlett, Kepulauan D’ entrecastreaux, Pulau St. Agnau, Kepulauan Laughlan,
Kepulauan Woodlark, yang semuanya terletak di sebelah Timur Pucuk ekor Papua
Nugini Tenggara. Dengan hanya perahu-perahu kecil yang bercadik dan menggunakan
awak kapal yang bermuatan 15 orang, masyarakat Trobriand dan penduduk lain
berani menyeberangi lautan terbuka untuk berlayar dari satu pulau ke pulau
lainnya bermil-mil jauhnya. Perdagangan dilakukan dengan cara sistem barter
berupa berbagai macam bahan makanan, barang kerajinan, alat-alat perikanan,
perkebunan dan alat-alat rumah tangga. Namun, ada hal yang lain lagi yaitu
pertukaran dua macam perhiasan yang dianggap mempunyai nilai yang tinggi yaitu
kalung-kalung kerang (sulava) yang beredar ke satu arah mengikuti arah jarum
jam dan gelang-gelang kerang(mwali) yang beredar kea rah berlawanan. Sistem
perdagangan disebut sistem kula.
Ada hal yang unik dari etnografi Malinowski yang belum
pernah dilakukan oleh pengarang lainnya adalah cara Malinowski menggambarkan
keterkaitan hubungan antara sistem kula dengan lingkungan alam sekitar
pulau-pulau serta berbagai macam unsur kebudayaan dan masyarakat penduduknya.
Gambaran itu meliputi ciri-ciri fisik dari
lingkungan alam tiap pula,
keindahan laut kerangnya, aneka warna floranya, pola-pola pemukiman komunitas
serta kebun-kebunya. Bahan-bahan tersebut diuraikan sehingga seluruh aktivitas
kehidupan di depan mata kita sebagai suatu sistem sosial berintegrasi secara
fungsional. Pemikiran Malinowki mengenai syarat-syarat metode etnografi secara
fungsional yang dikembangkanknya tentang metode penelitian lapangan mengenai
kebudayaan Trobriand. Hal ini menyebabkan bahwa konsep tentang fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan
pranata-pranata sosial menjadi lebih bagus. Dalam hal ia membedakan antara
fungsi sosial dalam tiga abstraksi yaitu:
1)
Mengenai pengaruh atau
efeknya terhadap adat, tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam
masyarakat.
2)
Pengaruh atau efeknya
terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya,
seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
3)
Terhadap kebutuhan muhktlak
untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial yang
tertentu.
b.
Konsep- konsep Malinowski
yang Lain
Persoalan yang dikemukakan oleh Malinowski juga
menyangkut aktivitas pengendalian sosial atau hukum. Masalah yang dianalisa
adalah sebagai berikut:
1)
Dalam masyarakat modern,
tata tertib kemasyarakatan dijaga antara lain oleh suatu sistem pengendalian
sosial yang bersifat memaksa, yaitu hukum. Untuk melaksanakannya hukum disokong
oleh suatu sistem alat-alat kekuasaan yang diorganisasi oleh suatu negara.
2)
Dalam masyarakat primitif
alat-alat kekuasaan serupa itu kadang-kadang tidak ada.
c.
Teori Fungsional Tentang
Kebudayaan
Kesenagan Malinowski terhadap psikologi, dan
mengunjungi Universitas Yale di Amerika Serikat. Ketika ia meneliti penduduk
yang ada di Trobriand, secara tidak sengaja mengintroduksikan pandangan yang
baru dalam ilmu antropologi. Reaksi tersebut malahan memberi dorongan untuk
mengembangkan suatu teori tentang fungsi dari unsur-unsur kebudayaan manusia. Inti
dari teori ini adalah pendirian bahwa segala aktivitas kebudayaan itu
sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri
mahkluk manusia yang berhubungan dengan seluruh seluruh kehidupannya. Sebagai
contoh mengenai dari salah satu unsur kebudayaan, misalnya terjadi karena
mula-mula manusia ingin memuaskan kebutuhan nalurinya akan keindahan. Ilmu
pengetahuan juga timbul karena kebutuhan naluri manusia untuk tahu. Dengan
begitu Malinowski menganalisa banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan
kebudayaan manusia.
d.
Malinowski Tentang
Perubahan Kebudayaan.
Pada saat karyanya mengenai berbagai aspek kehidupan
masyarakat penduduk Kepulauan Trobriand muncul reaksi dari banyak kalangan antropologi adalah bahwa
Malinowski tidak memperhatikan proses-proses perkembangan kebudayaan dalam
pemikiran-pemikirannya. Dengan melukiskan suatu masyarakat dengan
mengintegrasikan seluruh aspeknya menjadi satu. Pada masa akhir hidupnya ia
berhasil menulis sebuah buku yang terbit anumerta berjudul The Dynamics of
Culture Chang, An Inqury info Race Relation in Afrika pada tahun 1945. Dengan
mengambil bahan dan contoh-contoh dari Afrika. Isi dalam buku itu mengajukan
suatu metode untuk mencatat dan menganalisa sejarah dan proses-proses perubahan
kebudayaan dalam suatu masyarakat yang hidup.
4. Kaitan antara fungsionalisme dengan strukturalisme
Fungsionalisme struktural adalah salah satu
paham atau ajaran mengenai perspektif sosiologi yanng memandang masyarakat
sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan
satu sama lain dan bagian yang satu tidak akan berfungsi tanpa ada hubungan
dengan bagian yang lain. Asumsi dasar dari teori fungsionalisme struktural ini
bagaimana menciptakan suatu keseimbangan dalam suatu sistem dengan menjalankan
fungsi masing-masing dari setiap elemen maupun unsur dalam sebuah sistem. Jadi,
jelas bahwa kaitan antara strukturalisme dengan fungsionalisme sangat erat
karena saling berhubungan dan setiap struktur itu memiliki fungsi
masing-masing.
Sebagai contoh, dalam sebuah keluarga misalnya.
Terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah adalah
pemimpin rumah tangga yang berfungsi atau bertugas mencari nafkah serta
memberikan kehidupan yang layak, keamanan dan kenyamanan dalam keluarga. Ibu
merupakan mitra ayah dalam menjalankan fungsi tersebut. Ibu sebagai pengontrol anak, memberikan pengajaran
yang baik untuk anak. Sedangkan anak harusnya berbakti kepada orang tua dengan
melakukan hal yang baik, tidak mengecewakan orang tua serta membahagiakan orang
tua tentunya.
Dari contoh di atas sangata erat kaitan antara
fungsioanlisme dengan strukturalisme, jika salah satu stuktur tidak berfungsi
dengan baik, maka struktur yang lain juga akan terganggu.
Lebih dari itu fungsionalisme struktural
menganggap bahwa segala sesuatu yang ada didalam masyarakat ada fungsinya
masing-masing. Termasuk seperti kemiskinan, peperangan maupun kematian. Seperti
apa yang dikatakan Herbert Ganz dalam Pip Jones, (2009:51) bahwa “kemiskinan fungsi tersendiri bagi orang
kaya”. Dan patut kita sadari bahwa kemiskinan mempunyai fungsi bagi orang kaya
untuk menciptakan mekanisme dalam bekerja yang esensinya menimbulkan hubungan
timbal balik antara orang kaya dengan orang miskin karena belum tentu orang
kaya memiliki segala sesuatu yang ada pada orang miskin begitu juga sebaliknya
misalkan kaya hati.
5.
Kelemahan teori fungsionalisme
Beberapa kelemahan yang terdapat dalam teori
fungsionalisme diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Teori ini tidak bisa menentukan perubahan dalam
artian hanya bisa digunakan untuk fungsi yaitu bagaimana kebudayaan itu dapat
berjalan dengan baik.
b.
Teori ini tidak bisa merespon secara utuh dalam
kebudayaan yang kita respon karena ia hanya berfungsi secara umum.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
pemakalah tarik beberapa kesimpulan, yaitu:
a.
Fungsi kebudayaan,
kemampuan suatu kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu
anggotanya.
b.
Fungsionalisme sebagai
sistem integral, jika salah satu sistem terganggu maka keseimbangan suatu
sistem akan terganggu .
c.
Fungsionalisme dan
strukturalisme sangat berkaitan, setiap struktur dalam msyarakat memiliki
fungsi masing-masing.
2. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
senantiasa pemakalah harapkan, yang nantinya dapat dijadikan sebagai titian
usaha perbaikan lebih lanjut.
DAFTAR
PUSTAKA
Baal, Van. 1988. Sejarah
dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
Syam, Nur. 2006.
Mazhab-Mazhab Antropologi. Yogyakarta: PT Lks Pelangi Aksara.
Koentjaraningrat.
2007. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia.
Pip Jones. Alih Bahasa: Achmad Fedyani
Saifuddin. 2009. Pengantar
Teori-Teori Social Dari Teori Fungsionalime Hingga Post-Modernisme.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar